Selasa, 18 April 2017

Lain Dulu Lain Sekarang

"Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat, dan orang-orang yang menyucikan diri.”  Albaqarah: 222.

Sebuah teguran diri, untuk tidak melihat orang dari masa lalunya, tapi melihat orang apa yang dilakukan hari ini.

“Dan Allah lebih senang dengan taubatnya seorang hamba…” HR. Muslim: 2747.

Sebuah tamparan diri, bahwa patut diacungkan jempol tuk orang yang mau berubah dari kelamnya masa lalu, dan terus mendukungnya untuk mau berubah.

“Siapa yang bersegera pada Allah dengan berjalan, maka Allah kan bersegera kepadanya dengan berlari.” HR. Bukhari: 6970.

Sebuah singgungan tuk diri, bahwa tidak perlu mencela seseorang dengan burukanya masa lalu, tapi harus melihat apa yang diperbuat hari ini. Toh, amalan seseorang dinilai akhirnya.

Mungkin datang seorang pria melamar seorang wanita, maka sang wanita pun bertanya, “Bagaimana dengan masa lalumu?”

Ah, pertanyaan yang tidak bijak, pertanyaan yang salah, kenapa harus melihat masa lalunya? Toh apabila baik masa lalunya, maka bleum tentu ia kan baik hari ini atau masa depannya. Dan kalaupun buruk masa lalunya, maka sungguh yang menjadi nilai adalah hari ini, hari di mana ia datang melamarmu.

Mungkin juga ada seorang lelaki yang berkata, ketika ditawarkan seorang wanita, “Bagaimana masa lalunya?”

Ya Allah, kalau wanita dinilai dengan masa lalunya, lalu bagaimana dengan pria? Sungguh menilai seseorang dengan masa lalunya, sesuatu yang tidak pantas, tapi nilailah apa yang ia perbuat hari ini.

Pernahkah kamu berpikir dengan masa lalu orang tuamu? Mungkin dahulu mereka berada pada kelamnya masa lalu, tapi kemudian mereka bangkit dan membesarkanmu, maka kamu pun menilah mereka apa yang sekarang kamu lihat, bukan dulu yang penuh dengan kemiskinan, ketidak jelasan hidup, dan lain sebagainya.

Kalau saja manusia di dunia ini dinilai dengan masa lalunya, lalu berapa banyak orang yang kan tersingkir, berapa banyak orang tidak patut dihormati, berapa banyak orang yang kan tetap hidup hina dina?

Tapi sekali lagi, Allah tidak menjadikan masa lalau sebagai sebuah nilai, tapi yang menjadi sebuah nilai di hadapan Allah adalah masa sekarang.

Pernah datang seorang lelaki kepada Rasulullah, ia mengatakan bahwa dirinya telah bermeseraan dengan seorang wanita, ia melakukan dengannya segalanya kecuali saja ia belum menyetubuhinya.

Rasulullah diam dengang pengaduan tersebut, maka beberapa saat kemudian setelah lelaki itu berpaling, turunlah ayat, “Sesungguhnya kebaikan-kebaikan itu akan menghapus keburukan.” Hud: 113.

Ya, sekali lagi, yang menjadi sebuah nilai adalah masa sekarang, dan ini pun direkomendasikan oleh Allah dengan berfirman yang artinya, “Sesungguhnya kebaikan-kebaikan itu akan menghapus keburukan.”

Pernah juga datang seoang wanita pezina di hadapan Rasulullah. Rasulullah membiarkan wanita itu sampai melahirkan, setelah melahirkan, Rasulullah membiarkan lagi wanita itu sampai selesai menyusui, dan setelah selesai menyusui, wanita itupun masih datang karena ingin bertaubat kepada Allah, maka dilaksanakanlah razam untuk dirinya, dan darahanya pun terciprat dan mengena seorang sahabat, dan sahabat itu  pun mencelanya, tapi Rasulullah malah memuji wanita itu bahwa taubatnya mencukupi kalau dibagikan untuk sebuah kampung.

Ya, sekali lagi, Rasulullah tidak menilai dari kelamnya masa lalu.

Aku pernah membaca sebuah tulisan dengan mengatakan, “Salah jika ada yang berkata, wanita itu dinilai dari masa lalunya, sedangkan pria dinilai masa sekarangnya.”

Ya, memang salah, karena kalau dilegalkan seperti itu, maka berapa banyak wanita yang dipojokkan. Lantas, apakah memang perbedaan wanita dan pria seperti itu? sekali-kali tidak.

Wallahu a'lam

Irsun Badrun

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Minassunnah berusaha menyajikan artikel Islam yang mengacu pada hadits-hadits Sahih yang merupakan dasar pijak cara kita beragama.