Selalu harus berimbang, tapi seberimbang apapun yang saya lakukan, tetap
ada yang menuduh bahwa saya tidak berimbang.
“Jangan berdiri di tengah jalan karena anda bisa di tabrak dari kiri, kanan
dari depan dari belakang.” Kutipan Bang Karni
Kutipan Bang Karni adalah derita yang dirasakan orang-orang yang netral.
Sikap netral dalam berragama adalah bentuk sebuah kebodohan kerapuhan;
tidak ada dasar pijakan.
Bagaimana seorang muslim bisa katakan netral dalam berragama, sedangkan
al-Qur’an adalah sumber kebenaran yang harus kita pegang.
Ketika al-Qur’an mengatakan “Jangan mengambil pemimpin dari orang kafir.” Maka
muslim yang baik harus mengambilnya, adapun yang mengatakan “Aku netral.”
Berarti ia sedang menunjukkan akan kebodohannya akan agamanya sendiri.
Ketika ada yang menghina al-Qur’an dan ia mengatakan, “Aku netral dan
biasa-biasa saja.” Juga menggambarkan akan kebodohan dan kerapuhan agamanya.
Dalam
kamus besar Bahasa Indonesi, netral adalah, “Tidak berpihak (tidak ikut atau
tidak membantu salah satu pihak. Atau tidak berwarna (dapat dipakai untuk
segala warna).”
Kesimpulannya
adalah, “Abu-abu.”
Berragama
dengan cara abu-abu atau tidak ada kejelasan, merupakan ciri kemunafikan. Bermuka
dua dan tidak ada landasan berpijak. Dan mereka ini, sudah Allah ceritakan
dalam surah al-Baqarah ayat delapan sampai dua puluh, yang ujung-ujungnya Allah
katakan
وَاللَّهُ مُحِيطٌ بِالْكَافِرِينَ
Dan pengetahuan dan kekuasaan Allah meliputi orang-orang yang kafir.
Al-Baqarah: 19.
Yaitu perlakuan mereka sudah seperti orang kafir, ya mendukung.
Baca juga, (penulis itu harus netral katamu) di sini
Irsun Badrun
Sragen 09 November 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar