Kata netral itu selalu menyerangku, mereka berkata, “Jadi
penulis itu yang netral.” Ah kata ini
seakan mengajakku hidup tanpa tujuan, serba tidak jelas. Perlu kamu tahu,
bagaimana mungkin kubisa diam dengan sebuah kebatilan, dan bagaimana mungkin
kuhanya diam melihat kebenaran, tentu tidak.
Sebagai penulis muslim sejati, maka pada kebenaranlah
kuberpijak, dan pada kebenaranlah kuberdiri. Tak peduli apa itu katamu, yang
jelas, kutidak mau netral, karena kulebih condong pada kebenaran.
Banyak di sana penulis-penulis kebatilan, dalam sehari mereka
bisa membuat ratusan tulisan palsu, dan tak sungkan-sungkan, mereka terus
menulis untuk menumbangkan kebenaran dan mengibarkan bendera kesesatan, maka
dari realita itu, apakah kuharus tetap menjadi seorang penulis yang netral dan
hanya duduk berdiam tanpa menyerang ideology-ideology sesat itu? Tidak.
Bisa kamu lihat, betapa suburnya media-media sekuler, mereka
menjanjikan dunia pada penggemarnya, mereka halalkan berbagai cara untuk
berfoya-foya, maka apakah dengan itu, kujuga harus tetap netral dan tak bergeser ke kanan dan berdiri di atas
kebenaran? Tidak.
Dari awal penciptaan, Allah telah melapangkan jalan kebatilan
dan jalan kebenaran, dan orang-orang yang beruntunglah yang selalu berdiri di
atas kebenaran, dan kebenaranlah merupakan sebuah pilihan. Jadi, buat apa
netral?
Lebih baik mati dengan mulia, dari pada hidup berkubang netral
tanpa arah. Toh, kekasih-kekasih Allah tidak pernah hidup tanpa memihak, mereka
selalu memilih Allah sebagai tujuan, dan malaikat pun demikian.
Sekarang, berhentilah kamu menyuru aku menjadi penulis
netral, karena tanganku telah dibayar
Allah tuk menyuarakan kebenaran. So sorry.
Baca juga (Bahaya Netral Dalam Berragama) Di sini
Baca juga (Bahaya Netral Dalam Berragama) Di sini
Irsun Badrun
Darul Abrar 18 Juni 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar