Muqaddimah
Rasulullah bersabda, "Tidaklah seorang hambat
tawadhu' karena Allah kecuali Allah akan mengangkat derajatnya." HR Muslim
8/12 (2588)
Pertama: Ketawaduan Sebagai Orang Pendidik
Berdasarkan hadits di
atas, coba mari kita tengok bagaiamana Tawadhu' Rasulullah sebagai seorang
pemimpin.
عَنْ
أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ: «أَنَّهُ مَرَّ عَلَى صِبْيَانٍ
فَسَلَّمَ عَلَيْهِمْ» وَقَالَ: «كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ يَفْعَلُهُ»
Anas bercerita,
bahwasanya dahulu ia melewati anak-anak kemudian memberikan salam kepada
mereka. Anas berkata, "Dahulu Rasulullah melakukan yang demikian."
HR. Bukhari 8/55 No. 6247)
“Salamnya Nabi kepada
anak-anak merupakan realisasi dari akhlak yang agung, adab yang mulia dan
menunjukkan tawadhu' Rasulullah Sallallahu Alaihi Wasallam.” Ibnu Bathol dalam
Syarh Bukhari.
“Salam kepada anak-anak,
pen. Merupakan bentuk ketawadhuan dan kebaikan akhlak. Adapun dari segi
pendidikan merupakan bentuk kebaikan dalam mendidik, memberikan petunjuk dan
juga arahan.” Syekh Utsaimin dalam Syar Riyadhussholihin.
“Anak-anak, apabila ada
yang mendahului mereka dalam memberikan salam, maka mereka akan mengcontohinya
dan kemudian seakan menjadi insting yang tertanam dalam diri mereka. Sykeh
Utsaimin dalam Syarh Riyadhussholihin.
Dalam hadits yang
diriwayatkan oleh Nasa-i juga dari
sahabat Anas bin Malik
كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَزُورُ الْأَنْصَارَ فَيُسَلِّمُ
عَلَى صِبْيَانِهِمْ، وَيَمْسَحُ بِرُءوسِهِمْ، وَيَدْعُو لَهُمْ
Bahwar Rasulullah
Shallallahu Alaihi Wasallam mengunjungi kaum Anshar kemudian memberikan salam
kepada anak-anak mereka dan mengusap kepala mereka lalu mendoakan untuk mereka.
HR. Nasa-i 7/386 No. 8291 (Syamilah)
Berkata Ibnu Bathol,
"Dalam candaan Rasulullah kepada anak-anak, yaitu rendahkan hati
berdasarkan ketawadhuan dan menghilankan kesombongan."
Berkaca dari hadits ini,
sykeh Utsaimin mengatakan, "Memulai salam lebih baik dari menjawab
salam."
Kedua: Ketawadhuan Sebagai Seorang Dermawan
Masih pada ketawadhuan
Rasulullah. Anas menuturkan,
إن كَانَتِ الأَمَةُ مِنْ إمَاءِ المَدينَةِ لَتَأْخُذُ بِيَدِ النَّبيِّ -
صلى الله عليه وسلم - ، فَتَنْطَلِقُ بِهِ حَيْثُ شَاءتْ
Ada seorang budak wanita
dari pelosok Madinah menggapai tangan Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam kemudian
membawa Nabi ke mana saja yang ia mau. HR. Bukhari 8/20 No. 6072 (Syamilah)
Lihat ketawadhuan
Rasulullah, sebaik-baik Makhluk. Datang kepadanya budak wanita dan menggapai
tangannya kemudian membawa pergi ke mana yang ia untuk menyelesaikan segala
keperluannya.
Apa sikap Rasulullah?
Rasulullah tidak
berucap, "Mau ke mana kamu membawaku?"
Atau dengan ucapan,
"Pergilah kepada selainku."
Akan tetapi Rasulullah
pergi bersamanya dan menyelesaikan keperluannya.
Namun walau begitu,
Allah tidak menambahkan dengan sikap tawadhu'
beliau itu kecuali kemuliaan dan ketinggian derajat. Syekh Utsaminin
Dalam Syarh Riyadhussholihin.
Catatan:
لتأخذ
بيده
Menggapai tangan beliau,
dikomentari oleh Musthofa Al-Bugho, yaitu meminta pertolongan Rasulullah dan
Rasulullah memenuhi permintaannya dan taat kepadanya dan bukan dimaksud
menyentuh tangannya. Lihat Sahih Bukhari Muhaqqiq Muhammad Zuhaer bin Nashir
Annashir.
Ketiga: Ketawadhuan Dalam Rumah Tangga
Ketawadhuan Nabi juga
terlihat begitu elok di dalam rumah tangga. Di mana Al-Aswad bertutur,
سَأَلْتُ عَائِشَةَ مَا كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
يَصْنَعُ فِي بَيْتِهِ؟ قَالَتْ: كَانَ يَكُونُ فِي مِهْنَةِ أَهْلِهِ - تَعْنِي
خِدْمَةَ أَهْلِهِ - فَإِذَا حَضَرَتِ الصَّلاَةُ خَرَجَ إِلَى الصَّلاَةِ
Aku bertanya kepada Aisyah Radhiallahu Anha tentang apa saja yang
dilakukan Nabi Shallallahu di rumah? Maka Aisyah menjawab, "Beliau membantu pekerjaan rumah
keluarganya, dan apabila waktu sholat tiba, beliau pun keluar untuk
sholat." HR. Bukhari 1/136 No. 676
“Seperti ini perbuatan
Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam tentang tawadhu' dan menganjurkan kepada
umatnya yang demikian.
Termasuk dari sunnah,
seseorang memperhatikan dirinya, apa-apa yang ada di dalam rumah dari apa yang
dibutuhkan, baik persoalan dunianya, juga apa-apa yang membantunya dalam
agamanya. Al-Muhlab dalam Syarh Bukhari oleh Ibnu Bathol.
“Termasuk dari ketawadhuan
Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam di rumahnya adalah membantu keluarganya,
memeras susu kambing dan menjahit sendal.
Contoh bentuk
ketawadhuan seseorang, apabila ia di rumahnya, maka termasuk dari sunnah adalah
membuat teh sendiri, memasak sendiri kalau tahu, dan mencuci apa-apa yang perlu
dicuci.
Kamu, apabila kamu
kerjakan itu, maka kamu pun akan diberikan pahala sebagai balasan mengikuti sunnah dan bentuk
ketawadhuan karena Allah.
Dan Ini merupakan bentuk
adanya cinta di antara kamu suami dan juga keluargamu.
Jika keluargamu merasa
bahwa kamu menolong mereka dalam urusan pekerjaan rumah, maka akan bertambah
cinta mereka kepadamu, dan bertambah nilaimu di hadapan mereka, maka jadilah
permasalahan tawadhu dalam keluarga adalah kemaslahatan yang dahsyat. Syekh
Utsaimin Dalam Syarh Riyadhussholihin.
"Rasululllah
membantu pekerjaan keluarganya. Membersihkan bajunya, memeras susu kambing,
melembutkan bajunya, menjahit sepatunya, menolong dirinya sendiri, memberi
makan ternaknya, mendirikan rumah, memberikan hak-hak tunggangannya, makan
bersama pembantu, membuat adonan bersama istrinya dan juga membawa barangnya
sendiri dari pasar." Dalilul Falihin 3/52.
Keempat: Ketawadhuan Sebagai Pemimpin
Sekaligus Pendidik
Berkata Abu Rafa'ah
Radhiallahu Anhu,
انْتَهَيْتُ إِلَى النَّبِىِّ
-صلى الله عليه وسلم- وَهُوَ يَخْطُبُ فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ رَجُلٌ
غَرِيبٌ جَاءَ يَسْأَلُ عَنْ دِينِهِ لاَ يَدْرِى مَا دِينُهُ, فَأَقْبَلَ عَلَىَّ
رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- وَتَرَكَ خُطْبَتَهُ حَتَّى انْتَهَى
إِلَىَّ فَأُتِىَ بِكُرْسِىٍّ فَقَعَدَ عَلَيْهِ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه
وسلم- وَجَعَلَ يُعَلِّمُنِى مِمَّا عَلَّمَهُ اللَّهُ ثُمَّ أَتَى خُطْبَتَهُ
فَأَتَمَّ آخِرَهَا.
"Aku datang kepada
Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam sedangkan beliau sedang berkhutbah, maka aku
pun katakan, "Wahai Rasulullah, ada orang asing datang mau bertanya
tentang agamanya yang tidak tahu apa agamanya."
Maka Rasulullah pun
meninggalkan khutbanhnya dan menghampiriku, dan ketika beliau tiba di
hadapanku, maka dibawakanlah kursi lalu beliau duduk di atasnya dan memulai
mengajarkanku dari apa yang Allah ajarkan kepada beliau, lalu mendatangi
khutbahnya lagi dan menyempurnakan yang masih tersisa." HR. Muslim 3/15 No. 2062 (Syamilah)
"Ini kesempurnaan
ketawadhuan dan kelembutan Rasulullah dengan rakyatnya (Kaum muslimin) Kasih
sayangnya kepada mereka juga rendah hatinya untuk mereka.
Ini juga merupakan sikap
ketanggapan dalam memberikan jawaban untuk yang meminta jawaban. Mendahului
hal-hal yang lebih penting (memberikan jawaban saat itu juga) kemudian yang penting." Dalilul Falihin
3/54
"Nabi Shallallahu
Alaihi Wasallam menghampirinya, dan menghentikan khutbah kemudian setelah itu
baru menyempurnakan khutbahnya. Ini merupakan ketawadhuan Rasulullah
'Alaihissholatu Wasallam dan keindahan perhatian, pengawasan dan pemeliharaan
beliau." Syekh Utsaimin Dalam Syar Riyadhussholihin.
Syekh Utsaimin
memberikan sanggahan jika ada yang mengatakan, "Bahwa permasalahan publik
lebih utama dari permasalahan person, dan lelaki yang ada di hadits di atas
adalah persoalan pribadi sedangkan menyampaikan khutbah adalah permasalahan
publik."
Maka beliau memberikan
jawaban, "Ia, kalau permasalahan publik lebih besar maslahatnya, maka
permasalahan publik lebih patut didahulukan. Akan tetapi dalam permasalahan
ini, pen. Maslahat publik tidak terlalu mendominasi, namun mereka yang sedang menikmati khutbah, juga akan
mengambil faidah dari apa yang Rasulullah ajarkan kepada laki-laki tadi."
Oleh karena itu
Rasulullah duduk di atas kursi, agar semua orang bisa melihat dan mengambil
pelajaran darinya.
Kelima: Ketawadhuan Di Jalanan
Bentuk ketawaduan
Rasulullah terlihat jelas ketika di jalan
Dari Anas Radhiallahu
Anhu berkata,
كَانَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَاقَةٌ تُسَمَّى
العَضْبَاءَ، لاَ تُسْبَقُ - قَالَ حُمَيْدٌ: أَوْ لاَ تَكَادُ تُسْبَقُ - فَجَاءَ
أَعْرَابِيٌّ عَلَى قَعُودٍ فَسَبَقَهَا، فَشَقَّ ذَلِكَ عَلَى المُسْلِمِينَ
حَتَّى عَرَفَهُ، فَقَالَ: حَقٌّ عَلَى اللَّهِ أَنْ لاَ يَرْتَفِعَ شَيْءٌ مِنَ
الدُّنْيَا إِلَّا وَضَعَهُ
"Dahulu nabi
memiliki sebuah unta yang bernama al-'Adhbaa- tidak bisa didahului."
Berkata Humaid 'Hampir
tidak dapat didahului' Maka datanglah seorang Arab di atas tunggangan unta
kecil dan mendahului tunggangan Rasulullah (Al-Adhbaa), maka hal itupun
menimbulkan keresahan bagi para sahabat, sampai Rasulullah tahu itu terlihat
pada wajah mereka, maka Rasulullah pun berkata, "Kebenaran hanya kepada
Allah tidaklah berharga sesuatu dari
dunia ini kecuali Allah akan merendahkannya atau menghinakannya." HR.
Bukhari 4/32 No. 2872
Demikian potret
ketawadhuan Rasulullah atau rendah hati Rasulullah.
Baca juga artikel tentang (Sudahkah Kamu Tawadhu') di sini
Baca juga artikel tentang (Sudahkah Kamu Tawadhu') di sini
Akhukum Fillah
Irsun Anwar Badrun
Manyaran Wonogiri 15 Nov
2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar