Senin, 14 November 2016

Potret Ketawadhuan Rasulullah


Muqaddimah

Rasulullah bersabda, "Tidaklah seorang hambat tawadhu' karena Allah kecuali Allah akan mengangkat derajatnya." HR Muslim 8/12 (2588)

Baca juga pengertian tawadhu' di sini

Pertama: Ketawaduan Sebagai Orang Pendidik

Berdasarkan hadits di atas, coba mari kita tengok bagaiamana Tawadhu' Rasulullah sebagai seorang pemimpin.


عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ: «أَنَّهُ مَرَّ عَلَى صِبْيَانٍ فَسَلَّمَ عَلَيْهِمْ» وَقَالَ: «كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَفْعَلُهُ»


Anas bercerita, bahwasanya dahulu ia melewati anak-anak kemudian memberikan salam kepada mereka. Anas berkata, "Dahulu Rasulullah melakukan yang demikian." HR. Bukhari 8/55 No. 6247)


“Salamnya Nabi kepada anak-anak merupakan realisasi dari akhlak yang agung, adab yang mulia dan menunjukkan tawadhu' Rasulullah Sallallahu Alaihi Wasallam.” Ibnu Bathol dalam Syarh Bukhari.

“Salam kepada anak-anak, pen. Merupakan bentuk ketawadhuan dan kebaikan akhlak. Adapun dari segi pendidikan merupakan bentuk kebaikan dalam mendidik, memberikan petunjuk dan juga arahan.” Syekh Utsaimin dalam Syar Riyadhussholihin.



“Anak-anak, apabila ada yang mendahului mereka dalam memberikan salam, maka mereka akan mengcontohinya dan kemudian seakan menjadi insting yang tertanam dalam diri mereka. Sykeh Utsaimin dalam Syarh Riyadhussholihin.



Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Nasa-i  juga dari sahabat Anas bin Malik


كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَزُورُ الْأَنْصَارَ فَيُسَلِّمُ عَلَى صِبْيَانِهِمْ، وَيَمْسَحُ بِرُءوسِهِمْ، وَيَدْعُو لَهُمْ


Bahwar Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam mengunjungi kaum Anshar kemudian memberikan salam kepada anak-anak mereka dan mengusap kepala mereka lalu mendoakan untuk mereka. HR. Nasa-i 7/386 No. 8291 (Syamilah)



Berkata Ibnu Bathol, "Dalam candaan Rasulullah kepada anak-anak, yaitu rendahkan hati berdasarkan ketawadhuan dan menghilankan kesombongan."


Berkaca dari hadits ini, sykeh Utsaimin mengatakan, "Memulai salam lebih baik dari menjawab salam."



Kedua: Ketawadhuan Sebagai Seorang Dermawan

Masih pada ketawadhuan Rasulullah. Anas menuturkan,



إن كَانَتِ الأَمَةُ مِنْ إمَاءِ المَدينَةِ لَتَأْخُذُ بِيَدِ النَّبيِّ - صلى الله عليه وسلم - ، فَتَنْطَلِقُ بِهِ حَيْثُ شَاءتْ


Ada seorang budak wanita dari pelosok Madinah menggapai tangan Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam kemudian membawa Nabi ke mana saja yang ia mau. HR. Bukhari 8/20 No. 6072 (Syamilah)


Lihat ketawadhuan Rasulullah, sebaik-baik Makhluk. Datang kepadanya budak wanita dan menggapai tangannya kemudian membawa pergi ke mana yang ia untuk menyelesaikan segala keperluannya.


Apa sikap Rasulullah?



Rasulullah tidak berucap, "Mau ke mana kamu membawaku?"



Atau dengan ucapan, "Pergilah kepada selainku."



Akan tetapi Rasulullah pergi bersamanya dan menyelesaikan keperluannya.



Namun walau begitu, Allah tidak menambahkan dengan sikap tawadhu'  beliau itu kecuali kemuliaan dan ketinggian derajat. Syekh Utsaminin Dalam Syarh Riyadhussholihin.



Catatan:

لتأخذ بيده

Menggapai tangan beliau, dikomentari oleh Musthofa Al-Bugho, yaitu meminta pertolongan Rasulullah dan Rasulullah memenuhi permintaannya dan taat kepadanya dan bukan dimaksud menyentuh tangannya. Lihat Sahih Bukhari Muhaqqiq Muhammad Zuhaer bin Nashir Annashir.




Ketiga: Ketawadhuan Dalam Rumah Tangga


Ketawadhuan Nabi juga terlihat begitu elok di dalam rumah tangga. Di mana Al-Aswad bertutur,



سَأَلْتُ عَائِشَةَ مَا كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصْنَعُ فِي بَيْتِهِ؟ قَالَتْ: كَانَ يَكُونُ فِي مِهْنَةِ أَهْلِهِ - تَعْنِي خِدْمَةَ أَهْلِهِ - فَإِذَا حَضَرَتِ الصَّلاَةُ خَرَجَ إِلَى الصَّلاَةِ



Aku bertanya kepada  Aisyah Radhiallahu Anha tentang apa saja yang dilakukan Nabi Shallallahu di rumah? Maka Aisyah menjawab, "Beliau membantu pekerjaan rumah keluarganya, dan apabila waktu sholat tiba, beliau pun keluar untuk sholat." HR. Bukhari 1/136 No. 676



“Seperti ini perbuatan Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam tentang tawadhu' dan menganjurkan kepada umatnya yang demikian.


Termasuk dari sunnah, seseorang memperhatikan dirinya, apa-apa yang ada di dalam rumah dari apa yang dibutuhkan, baik persoalan dunianya, juga apa-apa yang membantunya dalam agamanya. Al-Muhlab dalam Syarh Bukhari oleh Ibnu Bathol.



“Termasuk dari ketawadhuan Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam di rumahnya adalah membantu keluarganya, memeras susu kambing dan menjahit sendal.


Contoh bentuk ketawadhuan seseorang, apabila ia di rumahnya, maka termasuk dari sunnah adalah membuat teh sendiri, memasak sendiri kalau tahu, dan mencuci apa-apa yang perlu dicuci.



Kamu, apabila kamu kerjakan itu, maka kamu pun akan diberikan pahala sebagai  balasan mengikuti sunnah dan bentuk ketawadhuan karena Allah.



Dan Ini merupakan bentuk adanya cinta di antara kamu suami dan juga keluargamu.



Jika keluargamu merasa bahwa kamu menolong mereka dalam urusan pekerjaan rumah, maka akan bertambah cinta mereka kepadamu, dan bertambah nilaimu di hadapan mereka, maka jadilah permasalahan tawadhu dalam keluarga adalah kemaslahatan yang dahsyat. Syekh Utsaimin Dalam Syarh Riyadhussholihin.



"Rasululllah membantu pekerjaan keluarganya. Membersihkan bajunya, memeras susu kambing, melembutkan bajunya, menjahit sepatunya, menolong dirinya sendiri, memberi makan ternaknya, mendirikan rumah, memberikan hak-hak tunggangannya, makan bersama pembantu, membuat adonan bersama istrinya dan juga membawa barangnya sendiri dari pasar." Dalilul Falihin 3/52.


Keempat: Ketawadhuan Sebagai Pemimpin Sekaligus Pendidik


Berkata Abu Rafa'ah Radhiallahu Anhu,


 انْتَهَيْتُ إِلَى النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- وَهُوَ يَخْطُبُ فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ رَجُلٌ غَرِيبٌ جَاءَ يَسْأَلُ عَنْ دِينِهِ لاَ يَدْرِى مَا دِينُهُ, فَأَقْبَلَ عَلَىَّ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- وَتَرَكَ خُطْبَتَهُ حَتَّى انْتَهَى إِلَىَّ فَأُتِىَ بِكُرْسِىٍّ فَقَعَدَ عَلَيْهِ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- وَجَعَلَ يُعَلِّمُنِى مِمَّا عَلَّمَهُ اللَّهُ ثُمَّ أَتَى خُطْبَتَهُ فَأَتَمَّ آخِرَهَا.


"Aku datang kepada Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam sedangkan beliau sedang berkhutbah, maka aku pun katakan, "Wahai Rasulullah, ada orang asing datang mau bertanya tentang agamanya yang tidak tahu apa agamanya."



Maka Rasulullah pun meninggalkan khutbanhnya dan menghampiriku, dan ketika beliau tiba di hadapanku, maka dibawakanlah kursi lalu beliau duduk di atasnya dan memulai mengajarkanku dari apa yang Allah ajarkan kepada beliau, lalu mendatangi khutbahnya lagi dan menyempurnakan yang masih tersisa." HR. Muslim  3/15 No. 2062 (Syamilah)



"Ini kesempurnaan ketawadhuan dan kelembutan Rasulullah dengan rakyatnya (Kaum muslimin) Kasih sayangnya kepada mereka juga rendah hatinya untuk mereka.


Ini juga merupakan sikap ketanggapan dalam memberikan jawaban untuk yang meminta jawaban. Mendahului hal-hal yang lebih penting (memberikan jawaban saat itu juga)  kemudian yang penting." Dalilul Falihin 3/54



"Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam menghampirinya, dan menghentikan khutbah kemudian setelah itu baru menyempurnakan khutbahnya. Ini merupakan ketawadhuan Rasulullah 'Alaihissholatu Wasallam dan keindahan perhatian, pengawasan dan pemeliharaan beliau." Syekh Utsaimin Dalam Syar Riyadhussholihin.



Syekh Utsaimin memberikan sanggahan jika ada yang mengatakan, "Bahwa permasalahan publik lebih utama dari permasalahan person, dan lelaki yang ada di hadits di atas adalah persoalan pribadi sedangkan menyampaikan khutbah adalah permasalahan publik."



Maka beliau memberikan jawaban, "Ia, kalau permasalahan publik lebih besar maslahatnya, maka permasalahan publik lebih patut didahulukan. Akan tetapi dalam permasalahan ini, pen. Maslahat publik tidak terlalu mendominasi, namun mereka  yang sedang menikmati khutbah, juga akan mengambil faidah dari apa yang Rasulullah ajarkan kepada laki-laki tadi."



Oleh karena itu Rasulullah duduk di atas kursi, agar semua orang bisa melihat dan mengambil pelajaran darinya.




Kelima: Ketawadhuan Di Jalanan

Bentuk ketawaduan Rasulullah terlihat jelas ketika di jalan

Dari Anas Radhiallahu Anhu berkata,


كَانَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَاقَةٌ تُسَمَّى العَضْبَاءَ، لاَ تُسْبَقُ - قَالَ حُمَيْدٌ: أَوْ لاَ تَكَادُ تُسْبَقُ - فَجَاءَ أَعْرَابِيٌّ عَلَى قَعُودٍ فَسَبَقَهَا، فَشَقَّ ذَلِكَ عَلَى المُسْلِمِينَ حَتَّى عَرَفَهُ، فَقَالَ: حَقٌّ عَلَى اللَّهِ أَنْ لاَ يَرْتَفِعَ شَيْءٌ مِنَ الدُّنْيَا إِلَّا وَضَعَهُ


"Dahulu nabi memiliki sebuah unta yang bernama al-'Adhbaa- tidak bisa didahului."

Berkata Humaid 'Hampir tidak dapat didahului' Maka datanglah seorang Arab di atas tunggangan unta kecil dan mendahului tunggangan Rasulullah (Al-Adhbaa), maka hal itupun menimbulkan keresahan bagi para sahabat, sampai Rasulullah tahu itu terlihat pada wajah mereka, maka Rasulullah pun berkata, "Kebenaran hanya kepada Allah tidaklah  berharga sesuatu dari dunia ini kecuali Allah akan merendahkannya atau menghinakannya." HR. Bukhari 4/32 No. 2872


Demikian potret ketawadhuan Rasulullah atau rendah hati Rasulullah.

Baca juga artikel tentang (Sudahkah Kamu Tawadhu') di sini

Akhukum Fillah

Irsun Anwar Badrun
Manyaran Wonogiri 15 Nov 2016

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Minassunnah berusaha menyajikan artikel Islam yang mengacu pada hadits-hadits Sahih yang merupakan dasar pijak cara kita beragama.